Barangkali
mungkin selama ini kita tidak sadar sudah berpikir secara filosifi atau
berfilsafat. Seringkali kita ketika dihadapkan dalam suatu masalah, terkadang
mencoba untuk menggali dengan mencari solusi. Dari akarnya. Apa, dan bagaimana?
Mengapa itu bisa terjadi? Proses mencari jawaban dari permasalahan itu bisa
jadi disebut sebagai berpikir filsafat. Filsafat dalam pengertiannya adalah
proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan untuk mencari hakikat kebenaran
(Jujun Suriasimantri.1979:42)
ketika terjadi suatu proses berpikir dalam diri
kita, maka disitulah adanya penalaran secara logis. mencari pengetahuan untuk
menentukan kebenaran bukan dengan perasaan.
Pengetahuan
dimulai dari rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan
filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa
yang telah kita tahu dan apa yang kita belum tahu. Berfilsafat berarti berendah
hati bahwa tidak kesemuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang
seakan tak terbatas ini. Demikian juga filsafat berarti mengoreksi diri,
semacam keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran
yang dicari telah kita jangkau.
Ilmu
merupakan pengetahuan yang kita gumuli sejak bangku sekolah dasar sampai
pendidikan lanjutan dan perguruan tinggi. Berfilsafat tentang ilmu berarti kita
berterus terang kepada diri kita sendiri. Apakah sebernarnya yang kita ketahuai
tentang ilmu? Apakah cirri-cirinya yang hakiki yang membedakan ilmu dengan
pengetahuan yang lainnya, yang bukan ilmu? Bagaimana saya ketahui bahwa ilmu
merupakan pengetahuan yang benar? Kreteria apa yang kita pakai dalam menentukan
kebenaran secara ilmiah? Mengapa kita perlu mempelajari ilmu? Apakah kegunaan
yang sebenarnya?
Demikian
juga berfilsafat berarti berendah hati mengevaluasi segenap pengetahuan yang
telah kita ketahui. Apakah ilmu tidak mencakup segenap pengetahuan yang
seyogyanya saya ketahui dalam kehidupan ini? Di batas manakah ilmu mulai dan di
batas manakah ilmu berhenti? Kemanakah saya harus berpaling di batas ketidak
tahuan ini? Apakah kelebihan dan kekurangan ilmu? (mengetahui kekurangan bukan
berarti merendahkanmu, namun secara sadar memanfaatkan, untuk terlebih jujur
dalam mencintaimu)
Seorang
yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak di bumi sendang
terngadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam
kesemestaan galaksi, atau seseorang yang berdiri di puncak tinggi. Memandang ke
Ngarai dan lembah dibawahnya. Dia ingin menyimak kehadirannya dengan
kesemestaan alam yang ditatapnya. Karakteristik berpikir filsafat yang pertama
adalah sifat menyeluruh. Seorang ilmuan tidak puas melihat ilmu hanya sebatas satu
sudut pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin melihat hakikat ilmu yang dalam
konstelasi pengetahuan yang lainnya. Dia ingin ilmu dengan moral. Kaitan ilmu
dengan agama. Dia ingin yakin apakah ilmu itu membawa kebahagiaan kepada
dirinya.
Sering kita
melihat ilmuwan picik. Ahli fisika nuklir memandang rendah kepada ahli ilmu
social. Lulusan IPA merasa lebih tinggi dari lulusan IPS. Atau lebih sedih
lagi. Seorang ilmuwan memandang rendah kepada pengetahuan lain. Mereka
meremehkan moral agama dan nilai estetika. Mereka para ahli yang dibawah
tempurung disiplin keilmuannya masing-masing. Sebaiknya tengadah ke
bintang-bintang dan tercengang : lho kok masih ada langit lain diatas tempurung
kita. Dan kita pun lalu menyadari kebodohan kita sendiri. Yang saya tahu.
Simpul sokrates ialah bahwa saya tidak tahu apa-apa?
Kerendahan
Socrates ini bukanlah verbalisme yang sekedar basa basi, seorang yang berpikir
filsafat selain terngadah ke bintang-bintang juga membongkar tempat berpijak
secara fundamental. Inilah karakteristik berpikir filsafat yang kedua yakni
sifat mendasar. Dia tidak lagi percaya begitu saja bahwa ilmu itu benar.
Mengapa ilmu bisa disebut benar? Lalu benar sendiri itu apa? Seperti sebuah
lingkaran maka pertanyaan itu melingkar. Dan menyusur sebuah lingkaran, kita
harus memulai dari satu titik, yang awal sekaligus akhir. Lalu bagamana
menentukan titik awal yang benar?
Sejak awal
terciptanya bumi dan alam semesta ini, tidak begitu saja muncul secara
tiba-tiba tetapi bisa di buktikan secara logis melalui pemikiran filsafat.
Penciptaan bumi seisinya sejak dahulu sudah dikaji oleh orang-orang yunani,
atas keraguan mereka terhadap alam semesta, mereka tidak puas hanya melihat
saja. Melainkan punya keinginan rasa ingin tahu yang tinggi. kenapa alam
semesta ini bisa tercipta? Bagaimana proses lahirnya? Berangkat dari latar
belakang itu maka mereka mencoba untuk merenung mencari jawaban atas
kegelisahan tentang penciptaan alam semesta. Dari situlah muncul teori-teori
mengenai penciptaan alam semesta. Adanya tokoh seperti Thales yang mengatakan
bahwa alam semesta dan seisinya adalah terbuat dari air (640-546 s.M). Kemudian anaksimandros dia berbeda pendapat
bahwa alam semesta ini terbuat dari api.
Tak lama kemudian muncullah tokoh-tokoh filsafat lainnya seperti Ariestoteles
(382-322 s.M) Tokoh pelopor logika dan juga seorang ilmuan yang menelaah
biologi, psikologi dan ilmu politik. Pytagoras (572-497 s.M) seorang filosof
ahli matematika Yunani kuno dan pendiri mazhab filsafat Pytagorreasnisme yang
mengajarkan bahwa bilangan merupakan subtansi dari semu benda. Ia menganggap
dirinya hanya seorang pencinta keaarifan atau philosophos. Plato (428-348 s.M)
seorang filsuf besar yunani kuno mengembangkan filsafat spekulatif mengenai
dunia ide yang sempurna dan abadi. Baginya filsafat merupakan pencarian yang
bersifat spekulatif terhadap pandangan kebenaran yang menyeluruh.
0 komentar:
Posting Komentar