BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, dimana
pun dan kapan pun itu pasti memerlukan orang lain untuk berlangsungnya
kehidupan. Komunikasi adalah alat untuk berinteraksi antara manusia satu dengan
yang lainnya. Manusia dan komunikasi merupakan dua hal yang saling berhubungan,
karena tanpa adanya komunikasi menusia tidak mungkin akan bisa berinteraksi
dengan manusia lain, baik itu melalui komunikasi verbal maupun non verbal.
Dengan kata lain manusia dan komunikasi tak ubahnya seperti pasangan yang tidak
bisa dipisahkan karena saling membutuhkan satu sama lain.
Dengan adanya komunikasi, manusia bisa leluasa menumpahkan apa yang
ingin mereka lakukan. Misalnya menyelesaikan masalah-masalah antar pribadi dan
antar kelompok. Komunikasi merupakan penyambung manusia untuk melakukan semua
kegiatannya baik itu kegiatan yang bersifat positif ataupun negative. Apa
jadinya jika dalam hidup ini tidak ada komunkasi? Dan apa jadinya jika dalam
hidup ini tidak ada manusia? Jika salah satu dari keduanya tidak ada mungkin
kehidupan ini pun tidak akan pernah ada. Jadi hubungan komunikasi dan manusia
sangat erat, tidak mungkin keduanya terpisahkan karena saling ketergantungan.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
a.
Bagaimana hubungan teori dan filsafat ilmu?
b.
Bagaimana filsafat ilmu dalam filsafat komunikasi?
c.
Apakah filsafat komunikasi dan penelitian ilmu komunikasi?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini
adalah untuk mengetahui hubungan
antara teori dan filsafat ilmu, bagaimana filsafat ilmu dalam filsafat komuniksai
serta mengetahui apa filsafat komuniksi dan penelitian ilmu komunikasi itu.
|
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Teori
Teori adalah sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematik dalam gejala
sosial maupun natural yang dijadikan pencermatan. Teori merupakan abstarksi
dari pengertian atau hubungan dari proposisi atau dalil.
Menurut Kerlinger [1973] teori dinyatakan sebagai sebuah set dari proposisi
yang mengandung suatu pandangan sistematis dari fenomena.
Terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mencermati lebih jauh
mengenai teori, yakni :
1. Teori adalah sebuah set
proposisi yang terdiri dari konstrak [construct] yang sudah didefinisikan
secara luas dan dengan hubungan unsur-unsur dalam set tersebut secara jelas
2. Teori menjelaskan
hubungan antar variable atau antar konstrak sehingga pandangan yang sistematik
dari fenomena fenomena yang diterangkan oleh variable dengan jelas kelihatan
3. Teori menerangkan
fenomena dengan cara menspesifikasi variable satu berhubungan dengan variable
yang lain.
B.
Pengertian Filasafat Ilmu
Untuk
memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian
filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang
disusun oleh Ismaun (2001)
Ø
Robert Ackerman
Filsafat ilmu dalam
suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa
ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari
pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu
kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
|
Ø
Lewis White Beck
Filsafat ilmu membahas
dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan
pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
Ø
A. Cornelius Benjamin
Cabang pengetahuan
filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya
metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya
dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.
Ø
Michael V. Berry
Penelaahan tentang logika
interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan
teori, yakni tentang metode ilmiah.
Ø
May Brodbeck
Analisis yang netral
secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan –
landasan ilmu.
Ø
Peter Caws
Filsafat ilmu merupakan
suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat
seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua
macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam
semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan
tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat
disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk
teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan
kesalahan.
Ø
Stephen R. Toulmin
|
C.
Hubungan Teori dan Filsafat Ilmu
Telaah
tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun (2001) memaparkannya dalam empat
bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan: (1) fakta atau kenyataan, (2)
kebenaran (truth), (3) konfirmasi dan (4) logika inferensi. Dan disini kami
akan membahas lebih detail tentang hubungan teoti dengan fakta yaitu :
o
Teori memprediksi fakta :
Penyingkatan fakta-fakta yang dilakukan oleh teori akan menghasilkan
uniformitas dari pengamatan-pengamatan. Dengan adanya uniformitas maka dapat
dibuat prediksi [ramalan] terhadap fakta-fakta yang akan datang dengan kata
lain bahwa sebuah fakta baru akan lahir berdasarkan pengamatan
fenomena-fenomena sekarang/saat ini.
o
Teori memperkecil jangkauan:
Fungsi utama dari teori
adalah memberikan batasan terhadap ilmu dengan cara memperkecil jangkauan
[range] dari fakta yang sedang dipelajari. Dalam dunia empiri banyak fenomena
yang dapat dijadikan bahan pencermatan namun untuk pendalaman dan penajaman
tertentu diperlukan batasan, sehingga teori berperan membatasi dalam lingkup [aspek]
tertentu.
o
Teori meringkas fakta :
Teori melakukan perannya meringkas hasil penelitian. Melalui sebuah teori
generalisasi terhadap hasil penelitian mudah dilakukan. Teori dengan mudah
memberikan kemampuannya dalam memandu generalisasi-generalaisasi, bahkan teori
mampu meringkas hubungan antar generalisasi.
o
Teori memperjelas celah kosong:
|
o Fakta memprakarsai
teori :
Terdapat berbagai fakta
yang kita dijumpai secara empiri yang mampu melahirkan sebuah teori baru,
karena secara tidak langsung fakta sebagai muara terciptanya sebuah teori.
o Fakta memformulasikan
kembali teori yang ada.
Tidak semua fakta mampu
dijadikan teori, tetapi fakta dari hasil pengamatan dapat membuat teori lama
menjadi teori baru /dikembangkan menjadi teori baru. Teori harus disesuaikan
dengan fakta dengan demikian fakta dapat mengadakan reformulasi terhadap teori.
o Fakta dapat menolak
teori :
Jika banyak diperoleh
fakta yang menujukkan sebuah teori tidak dapat diformulasikan maka fakta berhak
menolak teori tersebut.
o Fakta memberi jalan
mengubah teori :
Fakta mampu memperjelas
teori dan mengajak seseorang untuk mengubah orientasi teori. Dengan hadirnya
orientasi baru dari teori akan bersekuensi logis pada penemuan fakta-fakta
baru.
D.
Filsafat Ilmu Dalam Filsafat Komunikasi
v Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi
|
Komponen yang lain dari
filsafat adalah komponen piker, yang terdiri dari etika, logika, dan estetika,
Komponen ini bersinegri dengan aspek kajian ontologi (keapaan), epistemologi
(kebagaimanaan), dan aksiologi (kegunaan atau kemanfaatan).
Pada dasarnya filsafat
komunikasi memberikan pengetahuan tentang kedudukan Ilmu Komunikasi dari
perspektif epistemology:
a. Ontologis: What It Is?
Ontologi berarti studi
tentang arti “ada” dan “berada”, tentang cirri-ciri esensial dari yang ada
dalam dirinya sendiri, menurut bentuknya yang paling abstrak (Suparlan: 2005).
Ontolgi sendiri berarti memahami hakikat jenis ilmu pengetahuan itu sendiri
yang dalam hal ini adalah Ilmu Komunikasi.
Ilmu komunikasi
dipahami melalui objek materi dan objek formal. Secara ontologism, Ilmu
komunikasi sebagai objek materi dipahami sebagai sesuatu yang monoteistik pada
tingkat yang paling abstrak atau yang paling tinggi sebagai sebuah kesatuan dan
kesamaan sebagai makhluk atau benda. Sementara objek forma melihat Ilmu
Komunikasi sebagai suatu sudut pandang (point of view), yang selanjutnya
menentukan ruang lingkup studi itu sendiri.
Contoh relevan aspek
ontologis Ilmu Komunikasi adalah sejarah ilmu Komunikasi, Founding Father,
Teori Komunikasi, Tradisi Ilmu Komunikasi, Komunikasi Manusia, dll.
b. Epistemologis: How To
Get?
|
Secara sederhana sebetulnya
perdebatan mengenai epistemology Ilmu Komunikasi sudah sejak kemunculan
Komunikasi sebagai ilmu. Perdebatan apakah Ilmu Komunikasi adalah sebuah ilmu
atau bukan sangat erat kaitannya dengan bagaimana proses penetapan suatu bidang
menjadi sebuah ilmu. Dilihat sejarahnya, maka Ilmu Komunikasi dikatakan sebagai
ilmu tidak terlepas dari ilmu-ilmu social yang terlebih dahulu ada. pengaruh
Sosiologi dan Psikologi sangat berkontribusi atas lahirnya ilmu ini. Bahkan
nama-nama seperti Laswell, Schramm, Hovland, Freud, sangat besar pengaruhnya
atas perkembangan keilmuan Komunikasi. Dan memang, Komunikasi ditelaah lebih
jauh menjadi sebuah ilmu baru oada abad ke-19 di daratan Amerika yang sangat
erat kaitannya dengan aspek aksiologis ilmu ini sendiri.
Contoh konkret
epistemologis dalam Ilmu Komunikasi dapat dilihat dari proses perkembangan
kajian keilmuan Komunikasi di Amerika (Lihat History of Communication, Griffin:
2002). Kajian Komunikasi yang dipelajari untuk kepentingan manusia pada masa
peperangan semakin meneguhkan Komunikasi menjadi sebuah ilmu.
c. Aksiologis: What For?
Hakikat individual ilmu
pengetahuan yang bersitaf etik terkait aspek kebermanfaat ilmu itu sendiri.
Seperti yang telah disinggung pada aspek epistemologis bahwa aspek aksiologis
sangat terkait dengan tujuan pragmatic filosofis yaitu azas kebermanfaatan
dengan tujuan kepentingan manusia itu sendiri. Perkembangan ilmu Komunikasi
erat kaitannya dengan kebutuhan manusia akan komunikasi.
Kebutuhan memengaruhi
(persuasive), retoris (public speaking), spreading of information, propaganda,
adalah sebagian kecil dari manfaat Ilmu Komunikasi. Secara pragmatis, aspek
aksiologis dari Ilmu Komunikasi terjawab seiring perkembangan kebutuhan
manusia.
|
E.
Filsafat Komunikasi Dan Penelitian Ilmu Komunikasi
Filsafat Komunikasi sangat erat kaitannya dengan metodologi
penelitian : Positive, Post-Positive dan Kritis. Kesemuanya
harus jelas sumber dan asumsi-asumsinya.
Metode (metodologi) ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan
pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan
lewat metode ilmiah. Metodologi ini secara filsafati termasuk dalam apa yang
dinamakan epistemologi. Epistemologi membahas mengenai: Apakah sumber
pengetahuan? Apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Apakah
manusia dimungkinkan untuk mendapatkan pengetahuan? Sejauh mana manusia mampu
menangkap pengetahuan? (Jujun S. Suriasumantri, 1984: 119)
Melalui filsafat komunikasi, dari komponen epistemologi, kita telah
mengenal sejumlah metode dan model penelitian komunikasi selain teori-teori
yang dilahirkan secara ontologis. Metode-metode tersebut dapat dipahami dengan
menyimak tiga kelompok paham yang mengembangkan komunikasi secara falsafati.
Positive(isme)
Asumsi dasar positivisme tentang realitas adalah tunggal, dalam
artian bahwa fenomena alam dan tingkah laku manusia itu terikat oleh tertib
hukum. Fokus kajian-kajian positivis adalah peristiwa sebab-akibat (Deddy
Mulyana, 2001: 25). Dalam hal ini, positivisme menyebutkan, hanya ada dua jalan
untuk mengetahui: pertama, verifikasi langsung melalui data pengindera
(empirikal); dan kedua, penemuan lewat logika (rasional).
Pendekatan metodologi yang positivis antara lain: empirisme,
rasionalisme, behavioristik, behavioral, struktural, fungsionalisme, mekanistik,
deterministik, reduksionis, sistemik, dan lain-lain. Para penggagas dan
pengasuh metode positive ini antara lain Paul F. Lazarsfeld, Bernard Berelson,
Robert K. Merton, Wilbur Schramm, Shannon dan Weaver, dan lain-lain.
Mereka-mereka itulah yang komunitasnya dikenal dengan nama Mazhab Chicago.
|
Komponen-komponen pokok teori dan metodologi positivis adalah
sebagai berikut:
o Metode
penelitian: kuantitatif
o Sifat metode
positivisme adalah obyektif.
o Penalaran:
deduktif.
o Hipotetik
Post-Positifisme [humanistik]
Asumsi dasar post-positivie tentang realitas adalah jamak
individual. Hal itu berarti bahwa realitas (perilaku manusia) tindak tunggal
melainkan hanya bisa menjelaskan dirinya sendiri menurut unit tindakan yang
bersangkutan. Fokus kajian post-positivis adalah tindakan-tindakan (actions) manusia
sebagai ekspresi dari sebuah keputusan.
Pendekatan metodologi penelitian kualitatif: interaksionisme
simbolik, fenomenologi, etnometodologi, dramaturgi, hermeneutika, semiotika,
teori feminisme, marxisme sartrian, teori kritis, pasca-strukturalisme, dekonstruktivisme,
teori paska-kolonialis, dan sebagainya (Deddy Mulyana dalam Eriyanto, 2002:
IV). Aliran pemahanan ini berasal dari sejumlah ilmuan, antara lain: Max Weber,
Charles Horton Cooley, George Hebert Mead, William I. Thomas, Ervin Goffman,
dan lain-lain.
Metode penelitian komunikasi yang tercakup dalam paham antara lain
interaksionisme simbolik, analisis framing, analisis wacana, analisis
semiotika, dan lain-lain.
Komponen-komponen pokok teori dan metodologi post-positivis adalah
sebagai berikut:
o Metode
penelitian: kualitatif
o Sifat metode
post-positive: Subyektif
o Penalaran:
Induktif.
o Interpretatif
|
Kritisme
Asumsi dasar paham kritisme adalah realitas didominasi oleh status
quo. Maksdunya adalah, tidak ada aspek kehidupan yang bebas dari kepentingan,
termasuk ilmu pengetahuan. Kesemuanya berada dalam dominasi status quo. Aliran
pemahaman kritis diinspirasi oleh pemikiran Karl Marx. Namun paham kritisme ini
hanya sedikit berbicara tentang Marxisme (Sasa Djuarsa S., 1994: 392-396).
Faham kritisme merupakan merupakan pilar utama mazhab frankfurt. Selanjutnya
ditindaklanjuti oleh Juergen Habermas (John B. Thompson, 2004: 487). Fokus
kajian mazhab Frankfurt ini adalah sistem tindakan komunikasi manusia (teori
tindakan komunikasi).
Tokoh aliran ini antara lain: Max Horkheimer, Theodore Adorno,
Hebert Markuz, Juergen Habermas, dan lain-lain.
Metode penelitian dalam paham ini belum populer penggunaannya dalam
penelitian komunikasi. Seperti dikemukakan oleh Habermas sendiri, diskusi
tentang metode dan teori tindakan komunikasi adalah proses yang tidak pernah
berakhir dan sama sekali belum sampai pada suatu konsensus (Juergen Habermas,
2004: vii).
Metode Penelitian : Analisis Sejarah Sosial (Social History
Analysis)
o Sifat
metodologi: kritis
o Penalaran:
Dialektika
o Meta-theoritical
Discourse
|
BAB III
KESIMPULAN
Dari pemaparan
makalah diatas bisa diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Teori adalah sarana
pokok untuk menyatakan hubungan sistematik dalam gejala sosial maupun natural
yang dijadikan pencermatan.
2. Filsafat ilmu dalam
suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa
ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari
pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu
kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
3. Hubungan dengan
fakta :
·
Teori memprediksi fakta
·
Teori memperkecil jangkauan
·
Teori meringkas fakta
·
Teori memperjelas celah kosong
·
Fakta memprakarsai teori
·
Fakta memformulasikan kembali teori yang ada
·
Fakta dapat menolak teori
·
Fakta memberi jalan mengubah teori
4. Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi
Pada dasarnya filsafat
komunikasi memberikan pengetahuan tentang kedudukan Ilmu Komunikasi dari
perspektif epistemology yang terdiri dari:
o
Ontologis: What It Is?
o
Epistemologis: How To Get?
o
Aksiologis: What For?
5. Filsafat
Komunikasi Dan Penelitian Ilmu Komunikasi
Filsafat
Komunikasi sangat erat kaitannya dengan metodologi penelitian yaitu:
·
Positive
·
Post-Positive
·
Kritis
|
DAFTAR PUSTAKA
Suhartono, Suparlan. Filsafat
Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Ar Ruzz. 2005.
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar.
Bandung. Remaja Rosdakarya.2001.
Effendy, Onong Uchyana. Ilmu
Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung. Remaja Rosdakarya. 1994.
Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Edisi
Revisi. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2008.
Salam, Burhanuddin .Sejarah Filsafat Ilmu
dan Teknologi . Jakarta .Reneka Cipta .1993
0 komentar:
Posting Komentar