Jumat, 06 April 2012

Shalat



Pendahuluan
 SHALAT
A.     SHALAT
Rukun kedua dari kelima rukun Islam adalah mendirikan shalat. Pengertian shalat adalah melaksanakannya secara kontinu sesuai dengan waktu-waktu yang telah ditetapkan dan dengan memenuhi syarat serta rukunnya.

Sabda Nabi Muhammad SAW :
        “ Shalat itu sendi agama, barang siapa mengerjakannya berarti ia telah menegakkan agama. Dan barang siapa yang meninggalkan berarti ia telah merobohkan agama.

I.         DEFINISI SHALAT.
Shalat ialah berhadap hati kepada Allah sebaga ibadat, yang diwajibkan atas tiap-tiap orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan. Berupa perbuatan/perkataan dan berdasarkan atas syarat-syarat dan rukun tertentu, yang dimulai dari “takbir” dan diakhiri dengan “salam”.

II.      DALIL YANG MEWAJIBKAN SHALAT.
Dalil yang mewajibkan ada banyak sekali, dalam kitab suci Al-qur’an maupun dalam hadist Nabi Muhammad SAW.
Dalil yang mewajibkan shalat diantara lain :
وَاَقِمِ الصَّلاَةَ اِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهى عَنِ الْفَخْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
Artinya :
“Kerjakanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan yang jahat (keji) dan mungkar.” ( Surat Al-Ankabut, ayat 45).

III.   SYARAT – SYARAT SHALAT.
Shalat mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi sejak sebelum shalat, ketika sedang melakukan shalat, hingga selesai shalat, antara lain :
1.      Beragama Islam.
2.      Sudah baligh dan berakal.
3.      Suci dari hadas atau najis.
4.      Suci seluruh anggota badan, pakaian dan tempat.
5.      Menutup aurat, laki-laki auratnya antara ouasr sampai lutut, sedang wanita auratnya seluruh anggota badan, kecuali muka dan kedua telapak tanggan.
6.      Telah masuk waktu yang ditentukan untuk masing-masing shalat.
7.      Menghadap kiblat
8.      Mengetahui mana yang rukun dan mana yang sunnat.

 VI. YANG MEMBATALKAN SHALAT.
Shalat menjadi batal dengan tidak terpenuhinya salah satu antara syarat-syaratnya, antara lain :
1.      Bila saat satu syarat rukunnya tidak dikerjakan, atau sengaja ditinggalkan.
2.      Terkena najis yang tidak dimaafkan.
3.      Berhadas
4.      Terbuka auratnya.
5.      Berkata-kata dengan sengaja, walau hanya satu huruf, tapi yang memberi pengertian.
6.      Mengubah niat, misalnya ingin memutuskan shalat.
7.      Makan atau minum walau hanya sedikit.
8.      Tertawa terbahak-bahak.
9.      Membelakangi kiblat.
10.  Mendahului imamnya dua rukun.
11.  Murtad ( keluar dari Islam).
12.  Menambah rukun yang berupa perbuatan, seperti ruku’ dan sujud.
13.  Bergerak berturut-turut tiga kali seperti melangkah atau berjalan dengan sengaja.




B.   MACAM – MACAM SHALAT
I.          Shalat Jama’ah
Shalat Berjama’ah dalam lima shalat fardhu hukumnya fardhu kifayah bagi kaum laki-laki dan sunnah bagi kaum perempuan. Sabgaimana diriwayatkan dalam hadist : “Iah lebih utama daripada shalat munfarid (sendirian) dengan dua puluh derajat”.
Dalam shalat fajar atau subuh dan isya’ hukumnya sunnah muakkad (sunnah yang sangat dianjurkan, dan hukumnya mendekati wajib). Di dalam sebuah hadist dikatakan :
مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَفىِ جَمَاعَةٍفَكَأَنَّمَاقَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ,  وَمَنْ صَلَّى الْفَجْرَفِى جَمَاعَةٍفَكَأَنَّمَا قَامَ اللَّيْلَ كُلَّهُ.
Artinya : “Barang siapa yang shalat isya’ dengan berjama’ah, maka dia seperti beribadah separuh malam, dan barang siapa shalat subuh dengan berjama’ah, maka dia seperti orang yang beribadah sepanjang malam ”.

II.       Shalat Jum’at
Hari jum’at merupakan jujungan hari dan shalatnya merupakan sebaik-baiknya shalat. Hukumnya fardhu ‘ain (kewajiban yang harus dikerjakan oleh setiap mukalaf) bagi setiap mukalaf, merdeka, laki-laki, menetap atau muqim (menetap untuk sementara). Karena itu, merupakan wajib ‘ain bagi setiap Mukmin untuk memeliharanya. Di samping itu, shalat jum’at merupakan salah satu ibadah yang dimuliakan Allah dan salah satu di antara syiar-syiar-Nya, maka siapa yang menangguhkannya berarti telah menunjukkan bukti ketakwaan hatinya.

III.    Shalat Idul Fitri dan Shalat Adha
Dua shalat id hukumnya sunnah mu’akkad ( perbuatan yang tidak pernah ditinggalkan Nabi SAW. Baik beliau dalam keadaan berpergian atau tidak bepergian), bahkan ada yang mengatakan fardhu kifayah ( kewajiban apabila dikerjakan oleh sebagian orang, tidak berdosa bagi sebagian orang yang tidak mengerjakannya). Waktunya adalah antara terbit matahari hingga tergelincirnya matahari. Shalat idul adha dianjurkan untuk dilaksanakan lebih cepat (waktunya) dan shlat idul fitri lebih akhir

IV.    Shalat Bagi Orang Sakit
Barang siapa mengalami penderiataan berat sehingga tidak dapat shalat dengan berdiri, baik karena sakit atau yang lainnya, maka dia boleh shalat dengan duduk sebagaimana yang dia inginkan. Shalat dengan duduk iftirasy lebih baik daripada dengan cara yang lain. Jika dia tidak bisa dengan duduk, maka boleh sambil berbaring pada pinggang kanan, seraya menghadapkan kedua telapak kakinya ke arah kiblat. Wajah harus menghadap kiblat, dan memberi isyarat dengan menganggukkan kepala disaat ruku’ dan sujud. Jika tidak dapat memberi isyarat dengan menganggukkan kepala, dia boleh melakukannya dengan mengedipkan mata, lalu melaksakan rukun-rukun shalat dalam hati.

V.       Shalat Jenazah
Shalat jenazah hukumnya fardhu kifayah, jika mayatnya seorang muslim dan bukan mati sahid ataupun janin yang mati karena keguguran yang tidak tampak tanda-tanda kehidupan. Kewajibannya menjadi gugur apabila sudah dikerjakan satu orang laki-laki, tapi tidak gugur apabila sudah dikerjakan oleh beberapa orang perempuan sedangkan masih ada seorang laki-laki yang hadir.
C.   MACAM-MACAM SHALAT SUNNAT
I.          Shalat Rawatib
Shalat rawatib adalah shalat yag dikerjakan sebelum dan sesudah shalat fadhu. Banyaknya shalat rawatib ini ada 22 raka’at yaitu :

2   raka’at sebelum shalat subuh, sesudah shalat subuh tidak ada sunnat ba’diyyah.
2   raka’at sebelum shalat dhuhur.
2   raka’at atau 4 raka’at sesudah shalat dhuhur.
2   raka’at atau 4 raka’at sebelum shalat ashar. Sesudah shalat ashar tidak ada sunnat ba’diyyah.
2   raka’at sesudah shalat maghrib.
2   raka’at sebelum shalat isya’.
2   raka’at sesudah shalat isya’
Shalat rawatib yang dikerjakan sebelum shalat fardhu disebut “Qabliyyah” dan shalat yang dikerjakan sesudah shalat fardhu disebut “Ba’diyyah”.
II.       Shalat Dluha
Shalat dluha adalah shalat yang dikerjakan pada waktu matahari sedang naik. Shalat dluha sekurang-kurangnya dua raka’at, boleh 4 raka’at, 6 raka’at atau 8 raka’at.
Waktu shalat dluha kira-kira matahari sedang naik setinggi ±7 hasta dari bumi (jam 07.00 samai masuk waktu dhuhur). Pada raka’at pertama membaca surat Asy-Syamsu dan pada raka’at kedua membaca surat Adl-Dluha.
III.    Shalat Tahiyyatul Masjid
Bila kita memasuki ke dalam masjid, maka sebelum duduk hendaklah mengerjakan shalat tahiyyatu masjid, yaitu sunnat dua raka’at, arti shalat ini ialah untuk menhormati masjid. Shalat tahiyyatul masjid  dikerjakan oleh orang yang akan berjama’ah, baik pada hari jum’at atau hari-hari biasa, waktu siang maupun malam.
Orang yang masuk ke dalam masjid di waktu khothib sedang berkhuthbah, hendaklah shalat tahiyyatul masjid ini dikerjakan dengan cepat, agar segera dapat mendengarkan khuthbah.
IV.    Shalat Tahajjud
Shalat sunnat tahajjud ialah shalat yang dikerjakan pada waktu malam hari. Waktu sesudah isya’ sampai terbit fajar, bilangan raka’atnya dua raka’at sedikitnya dan tidak terbatas terserah keinginan kita. Shalat tahajjud ialah shlat yang dikerjakan sesudah bangun tidur. Walau tidurnya baru sebentar. Kalau dikerjakan sebelum tidur namanya bukan shalat tahajjud tapi shalat sunnat biasa.
V.       Shalat Tarawih
Shalat tawarih adalah shalat malam sesudah shalat isya’ sampai waktu fajar. Dan dikerjakan pada bulan ramadhan. Shalat ini hukumnya sunnah mu’akkad, boleh dikerjakan berjama’ah dan boleh dikerjakan sendiri. Bilangan raka’atnya yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ada 8 raka’at. Umar bin Khattab mengerjakannya sampai 20 raka’at. Amalan Umar ini disepakati oleh ijma’.
VI.    Shalat Sunnat Tasbih
Shalat sunnat tasbih adalah shalat yang seperti diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. kepada sayyidinah Abbas ibn Abdul Muthalib. Shalat sunnat tasbih dianjurkan untuk mengerjakannya, kalau bisa tiap-tiap malam, kalau tidak bisa, maka sekali seminggu, kalau tidak bisa, maka sebulan sekali, kalau tidak bisa, maka setahun sekali, kalau setahun sekali tidak bisa, maka dapat dikerjakan sekali seumur hidup.
VII. Shalat Sunnat Hajat
Shalat sunnat hajat ialah yang dikerjakan karena memounyai hajat, suoaya hajatnya diperkenankan oleh Allah.
Shalat sunnat hajat dikerjakan dua raka’at, kemudian berdo’a memohon seuatu yang menjadi keingginanya. Shalat sunnat hajat ini syarat dan rukunnya seperti shalat yang lain, hanya bacaan dan tertibnya berlainan cara mengerjakannya.
VIII. Shalat Istikharah
Shalat istikharah adalah shalat sunnat dua raka’at untuk memohon kepada Allah, agar dapat menetapkan pilihan yang lebih baik dari dua hal yang belum diketahui baik buruknya.
Shalat istikharah dan shalat hajat waktunya lebih diutamakan, jika dikerjakan pada malam hari seperti shlat tahajjud. Dan dikerjakan seperti shalat biasa. Setelah selesai shalat kemudian berdo’a dengan do’a istikharah, kemudian hendaklah memilih dalam hati mana yang lebih cenderung dalam hati antara dua hal tersebut.
IX.    Shalat Ghaib
Jika ada keluarga, sanak famili atau handai taulan yang meninggal di tempat yang jauh dari sanak saudaranya, maka disunnatkan pula kita mengerjakan shlat ghaib atas mayat itu, walaupun sudah lewat seminggu atau lebih.
Shalat ghaib adalah sah, seperti shalat jenazah biasa.





DAFTAR PUSTAKA

1.      Hamzah, Amir dan Kamaluddin. 2005,  Rahasia Dibalik Shalat, Jakarta, Pustaka Azzam.
2.      Manshur, Kahar, H, Drs. 2004. Salat Wajib Menurut Mazhab yang  Empat . Jakarta, PT Rineka Cipta.
3.      Zain, Habib bin Ibrahim bin Sumaith, 1998, Mengenal Mudah Rukun Islam, Rukun Iman, Rukun Ihsan Secara Terpadu, Jumada Al-Ula, Al-Bayan.
4.      Samsuri, M. 1992. Penuntun Shalat Lengkap dengan Kumpulan Do’a-do’a. Surabaya, Apollo.

0 komentar:

Posting Komentar

Blogger news

Blogroll

 
Design by Automotive | Bloggerized by Free Blogger Templates | Hot Deal