Pendahuluan
SHALAT
A.
SHALAT
Rukun kedua dari kelima rukun Islam adalah
mendirikan shalat. Pengertian shalat adalah melaksanakannya secara kontinu
sesuai dengan waktu-waktu yang telah ditetapkan dan dengan memenuhi syarat
serta rukunnya.
Sabda
Nabi Muhammad SAW :
“ Shalat itu sendi agama, barang siapa
mengerjakannya berarti ia telah menegakkan agama. Dan barang siapa yang
meninggalkan berarti ia telah merobohkan agama.
I.
DEFINISI
SHALAT.
Shalat ialah berhadap hati kepada Allah sebaga
ibadat, yang diwajibkan atas tiap-tiap orang Islam, baik laki-laki maupun
perempuan. Berupa perbuatan/perkataan dan berdasarkan atas syarat-syarat dan
rukun tertentu, yang dimulai dari “takbir” dan diakhiri dengan “salam”.
II. DALIL YANG MEWAJIBKAN SHALAT.
Dalil yang mewajibkan ada banyak sekali, dalam kitab
suci Al-qur’an maupun dalam hadist Nabi Muhammad SAW.
Dalil yang mewajibkan shalat diantara lain :
وَاَقِمِ الصَّلاَةَ اِنَّ الصَّلاَةَ
تَنْهى عَنِ الْفَخْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
Artinya
:
“Kerjakanlah
shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan yang jahat (keji) dan
mungkar.” ( Surat Al-Ankabut, ayat 45).
III. SYARAT – SYARAT SHALAT.
Shalat mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi
sejak sebelum shalat, ketika sedang melakukan shalat, hingga selesai shalat,
antara lain :
1. Beragama
Islam.
2. Sudah
baligh dan berakal.
3. Suci
dari hadas atau najis.
4. Suci
seluruh anggota badan, pakaian dan tempat.
5. Menutup
aurat, laki-laki auratnya antara ouasr sampai lutut, sedang wanita auratnya
seluruh anggota badan, kecuali muka dan kedua telapak tanggan.
6. Telah
masuk waktu yang ditentukan untuk masing-masing shalat.
7. Menghadap
kiblat
8. Mengetahui
mana yang rukun dan mana yang sunnat.
VI. YANG
MEMBATALKAN SHALAT.
Shalat menjadi batal dengan tidak terpenuhinya salah
satu antara syarat-syaratnya, antara lain :
1. Bila
saat satu syarat rukunnya tidak dikerjakan, atau sengaja ditinggalkan.
2. Terkena
najis yang tidak dimaafkan.
3. Berhadas
4. Terbuka
auratnya.
5. Berkata-kata
dengan sengaja, walau hanya satu huruf, tapi yang memberi pengertian.
6. Mengubah
niat, misalnya ingin memutuskan shalat.
7. Makan
atau minum walau hanya sedikit.
8. Tertawa
terbahak-bahak.
9. Membelakangi
kiblat.
10. Mendahului
imamnya dua rukun.
11. Murtad
( keluar dari Islam).
12. Menambah
rukun yang berupa perbuatan, seperti ruku’ dan sujud.
13. Bergerak
berturut-turut tiga kali seperti melangkah atau berjalan dengan sengaja.
B.
MACAM
– MACAM SHALAT
I.
Shalat
Jama’ah
Shalat Berjama’ah dalam lima shalat fardhu hukumnya
fardhu kifayah bagi kaum laki-laki dan sunnah bagi kaum perempuan. Sabgaimana
diriwayatkan dalam hadist : “Iah lebih utama daripada shalat munfarid (sendirian)
dengan dua puluh derajat”.
Dalam shalat fajar atau subuh dan isya’ hukumnya
sunnah muakkad (sunnah yang sangat dianjurkan, dan hukumnya mendekati wajib).
Di dalam sebuah hadist dikatakan :
مَنْ
صَلَّى الْعِشَاءَفىِ جَمَاعَةٍفَكَأَنَّمَاقَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ, وَمَنْ صَلَّى الْفَجْرَفِى
جَمَاعَةٍفَكَأَنَّمَا قَامَ اللَّيْلَ كُلَّهُ.
Artinya : “Barang siapa yang shalat isya’ dengan
berjama’ah, maka dia seperti beribadah separuh malam, dan barang siapa shalat
subuh dengan berjama’ah, maka dia seperti orang yang beribadah sepanjang malam
”.
II. Shalat Jum’at
Hari jum’at merupakan jujungan hari dan shalatnya
merupakan sebaik-baiknya shalat. Hukumnya fardhu ‘ain (kewajiban yang
harus dikerjakan oleh setiap mukalaf) bagi setiap mukalaf, merdeka, laki-laki,
menetap atau muqim (menetap untuk sementara). Karena itu, merupakan wajib
‘ain bagi setiap Mukmin untuk memeliharanya. Di samping itu, shalat jum’at
merupakan salah satu ibadah yang dimuliakan Allah dan salah satu di antara
syiar-syiar-Nya, maka siapa yang menangguhkannya berarti telah menunjukkan
bukti ketakwaan hatinya.
III. Shalat Idul Fitri dan Shalat Adha
Dua shalat id hukumnya sunnah mu’akkad (
perbuatan yang tidak pernah ditinggalkan Nabi SAW. Baik beliau dalam keadaan
berpergian atau tidak bepergian), bahkan ada yang mengatakan fardhu kifayah (
kewajiban apabila dikerjakan oleh sebagian orang, tidak berdosa bagi sebagian
orang yang tidak mengerjakannya). Waktunya adalah antara terbit matahari hingga
tergelincirnya matahari. Shalat idul adha dianjurkan untuk dilaksanakan lebih
cepat (waktunya) dan shlat idul fitri lebih akhir
IV. Shalat Bagi Orang Sakit
Barang siapa mengalami penderiataan berat sehingga
tidak dapat shalat dengan berdiri, baik karena sakit atau yang lainnya, maka
dia boleh shalat dengan duduk sebagaimana yang dia inginkan. Shalat dengan
duduk iftirasy lebih baik daripada dengan cara yang lain. Jika dia tidak
bisa dengan duduk, maka boleh sambil berbaring pada pinggang kanan, seraya
menghadapkan kedua telapak kakinya ke arah kiblat. Wajah harus menghadap
kiblat, dan memberi isyarat dengan menganggukkan kepala disaat ruku’ dan sujud.
Jika tidak dapat memberi isyarat dengan menganggukkan kepala, dia boleh
melakukannya dengan mengedipkan mata, lalu melaksakan rukun-rukun shalat dalam
hati.
V. Shalat Jenazah
Shalat jenazah hukumnya fardhu kifayah, jika
mayatnya seorang muslim dan bukan mati sahid ataupun janin yang mati karena
keguguran yang tidak tampak tanda-tanda kehidupan. Kewajibannya menjadi gugur
apabila sudah dikerjakan satu orang laki-laki, tapi tidak gugur apabila sudah
dikerjakan oleh beberapa orang perempuan sedangkan masih ada seorang laki-laki
yang hadir.
C.
MACAM-MACAM
SHALAT SUNNAT
I.
Shalat
Rawatib
Shalat rawatib adalah shalat yag dikerjakan sebelum
dan sesudah shalat fadhu. Banyaknya shalat rawatib ini ada 22 raka’at yaitu :
2
raka’at sebelum shalat subuh, sesudah
shalat subuh tidak ada sunnat ba’diyyah.
2 raka’at sebelum shalat dhuhur.
2 raka’at atau 4 raka’at sesudah shalat dhuhur.
2 raka’at atau 4 raka’at sebelum shalat ashar.
Sesudah shalat ashar tidak ada sunnat ba’diyyah.
2 raka’at sesudah shalat maghrib.
2 raka’at sebelum shalat isya’.
2 raka’at sesudah shalat isya’
Shalat rawatib yang dikerjakan sebelum shalat fardhu
disebut “Qabliyyah” dan shalat yang dikerjakan sesudah shalat fardhu disebut
“Ba’diyyah”.
II.
Shalat
Dluha
Shalat dluha adalah shalat yang dikerjakan pada
waktu matahari sedang naik. Shalat dluha sekurang-kurangnya dua raka’at, boleh
4 raka’at, 6 raka’at atau 8 raka’at.
Waktu shalat dluha kira-kira matahari sedang naik
setinggi ±7 hasta dari bumi (jam 07.00 samai masuk waktu dhuhur). Pada raka’at
pertama membaca surat Asy-Syamsu dan pada raka’at kedua membaca surat
Adl-Dluha.
III.
Shalat
Tahiyyatul Masjid
Bila kita memasuki ke dalam masjid, maka sebelum
duduk hendaklah mengerjakan shalat tahiyyatu masjid, yaitu sunnat dua raka’at,
arti shalat ini ialah untuk menhormati masjid. Shalat tahiyyatul masjid dikerjakan oleh orang yang akan berjama’ah,
baik pada hari jum’at atau hari-hari biasa, waktu siang maupun malam.
Orang yang masuk ke dalam masjid di waktu khothib
sedang berkhuthbah, hendaklah shalat tahiyyatul masjid ini dikerjakan dengan
cepat, agar segera dapat mendengarkan khuthbah.
IV.
Shalat
Tahajjud
Shalat sunnat tahajjud
ialah shalat yang dikerjakan pada waktu malam hari. Waktu sesudah isya’ sampai
terbit fajar, bilangan raka’atnya dua raka’at sedikitnya dan tidak terbatas
terserah keinginan kita. Shalat tahajjud ialah shlat yang dikerjakan sesudah
bangun tidur. Walau tidurnya baru sebentar. Kalau dikerjakan sebelum tidur
namanya bukan shalat tahajjud tapi shalat sunnat biasa.
V.
Shalat
Tarawih
Shalat tawarih adalah
shalat malam sesudah shalat isya’ sampai waktu fajar. Dan dikerjakan pada bulan
ramadhan. Shalat ini hukumnya sunnah mu’akkad, boleh dikerjakan berjama’ah dan
boleh dikerjakan sendiri. Bilangan raka’atnya yang pernah dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW. Ada 8 raka’at. Umar bin Khattab mengerjakannya sampai 20 raka’at.
Amalan Umar ini disepakati oleh ijma’.
VI.
Shalat
Sunnat Tasbih
Shalat sunnat tasbih adalah shalat yang seperti
diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. kepada sayyidinah Abbas ibn Abdul Muthalib.
Shalat sunnat tasbih dianjurkan untuk mengerjakannya, kalau bisa tiap-tiap
malam, kalau tidak bisa, maka sekali seminggu, kalau tidak bisa, maka sebulan
sekali, kalau tidak bisa, maka setahun sekali, kalau setahun sekali tidak bisa,
maka dapat dikerjakan sekali seumur hidup.
VII. Shalat Sunnat Hajat
Shalat sunnat hajat ialah yang dikerjakan karena
memounyai hajat, suoaya hajatnya diperkenankan oleh Allah.
Shalat sunnat hajat dikerjakan dua raka’at, kemudian
berdo’a memohon seuatu yang menjadi keingginanya. Shalat sunnat hajat ini
syarat dan rukunnya seperti shalat yang lain, hanya bacaan dan tertibnya
berlainan cara mengerjakannya.
VIII. Shalat Istikharah
Shalat istikharah adalah shalat sunnat dua raka’at
untuk memohon kepada Allah, agar dapat menetapkan pilihan yang lebih baik dari dua
hal yang belum diketahui baik buruknya.
Shalat istikharah dan shalat hajat waktunya lebih
diutamakan, jika dikerjakan pada malam hari seperti shlat tahajjud. Dan
dikerjakan seperti shalat biasa. Setelah selesai shalat kemudian berdo’a dengan
do’a istikharah, kemudian hendaklah memilih dalam hati mana yang lebih
cenderung dalam hati antara dua hal tersebut.
IX.
Shalat
Ghaib
Jika ada keluarga, sanak famili atau handai taulan
yang meninggal di tempat yang jauh dari sanak saudaranya, maka disunnatkan pula
kita mengerjakan shlat ghaib atas mayat itu, walaupun sudah lewat seminggu atau
lebih.
Shalat ghaib adalah sah, seperti shalat jenazah
biasa.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hamzah,
Amir dan Kamaluddin. 2005, Rahasia Dibalik Shalat, Jakarta, Pustaka
Azzam.
2. Manshur,
Kahar, H, Drs. 2004. Salat Wajib Menurut
Mazhab yang Empat . Jakarta, PT
Rineka Cipta.
3. Zain,
Habib bin Ibrahim bin Sumaith, 1998, Mengenal
Mudah Rukun Islam, Rukun Iman, Rukun Ihsan Secara Terpadu, Jumada Al-Ula,
Al-Bayan.
4. Samsuri,
M. 1992. Penuntun Shalat Lengkap dengan
Kumpulan Do’a-do’a. Surabaya, Apollo.
0 komentar:
Posting Komentar